SESAK
NAFAS/DISPNEA
Sesak nafas merupakan keluha subyektif dari
seseorang yang menderita penyakit paru. Keluhan ini mepunyai jangkauan yang
luas, sesuai dengan interprestasi seseorang mengenai arti sesak nafas tadi.
Mungkin pula pengaruh sosiokultural, sosiobudaya, serta kemampuan seseorang
untuk menahan rasa sakit dan sesak nafas, dapat ikut menentukan berat ringannya
keluhan sesak napas tersebut.
Keluhan sesak napas yang sering dikemukakan oleh
penderita, mungkin hanya merupakan perasaan berat di dada yang menimbulkan
sensasi sukar bernapas. Pada anamnesis, mungkin penderita akan mengatakan bahwa
perasaan berat di dada tadi dirasakan seolah-olah dadanya ditindih oleh sesuatu
benda berat. Mungkin pula penderita menjelaskan bahwa dia sering mengalami
mimpi buruk, seperti dikejar orang, anjing atau mungkin pula mimpi berkelahi.
Semua ini menyebabkan penderita terbangun dari tidur dengan mendadak disertai
napas cepat dan mengeluh sesak.
Kalau gangguan yang terjadi pada organ pernapasan
cukup berat, keluhan sesak napas tadi dapat dibuktikan kebenarannya secara
fisik. Pada keadaan ini, frekwensi pernapasan penderita jelas meningkat.
Malahan dalam kondisi yang lebih jelek terlihat penggunaan otot pernapasan
sekunder, seperti muskulus sternocleidomastoideus dan scalenus.
Secara obyektif kesukaran bernapas perlu dibedakan
antara pernapasan cepat (takipnea) dengan peningkatan ventilasi (hiperpnea).
Takipnea adalah bertambahnya frekwensi pernapasan, dapat dihitung dengan melihat
pergerakan dinding toraks pada saat inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan
hiperpnea dilihat berdasarkan peningkatan oksigen di dalam udara ventilasi,
peningkatan ini tidak dapat dilihat dari luar atau dengan mata telanjang, jadi
harus menggunakan teknik pengukuran tertentu.
Pada dasarnya sesak napas baru akan timbul bila
kebutuhan ventilasi melebihi kemampuan tubuh untuk memenuhinya. Sedangkan
kebutuhan ventilasi dapat meningkat pada beberapa keadaan seperti aktivitas
jasmani yang bertambah atau panas badan yang meningkat. Kebutuhan jaringan akan
oksigen atau ventilasi jaringan, dapat dihitung lebih tepat dengan analisa gas
darah arteri, asal aliran darah ke jaringan perifer tadi tidak mengalami
gangguan. Karena analisa gas darah arteri dapat menunjukkan keadaan komposisi
gas darah normal, hipoksemia, hiperkapnea, dan asidemia, maka dengan kata lain
sesak napas tidak selalu mempunyai korelasi positif dengan hipoksemia,
hiperkapnia, dan asidemia.
Secara klinis sesak napas akan menyebabkan kegawatan
paru, bila keluhan tadi disokong oleh hasil pemeriksaan fisik yang positif,
seperti peningkatan frekwensi pernapasan, otot pernapasan sekunder ikut
berperan, dan yang lebih tepat lagi jika disertai hasil pemeriksaan gas darah
arteri yang abnormal. Perlu ditekankan bahwa hasil pemeriksaan gas darah
abnormal tidak selalu menimbulkan keluhan dan gejala.
Referensi :
Hood Alsagaff, Abdul Mukty. 2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:Airlangga University Pers.