ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) /
Sindrom Gawat Pernapasan Pada Dewasa
A.
Pengertian
ARDS merupakan bentuk
edema paru yang dapat dengan cepat menimbulkan gagal napas akut. Sindrom ini
juga dikenal dengan nama shock lung, stiff lung, wet lung atau Da Na
Lung. ARDS dapat terjadi sesudah cedera langsung atau tidak langsung pada
paru-paru. Oleh karena itu penegakkan diagnosis ARDS cukup sulit dan kematian
dapat terjadi 48 jam sesudah awitan sindrome jika diagnosis tidak segera
dilakukan. Pasien yang sembuh dari sindrom ini bisa sedikit mengalami kerusakan
paru yang permanen atau sama sekali tidak mengalami kerusakan pada
paru-parunya.
B.
Etiologi
Penyebab ARDS yang
sering ditemukan meliputi :
1.
Cedera pada
paru-paru akibat trauma (penyebab paling sering), seperti kontusio jalan napas.
2.
Faktor yang
berhubungan dengan trauma, seperti emboli paru, sepsis, syok, kontusio paru dan
tranfusi multiple yang meningkatkan kemungkinan mikroemboli.
3.
Anafilaksis
4.
Aspirasi isi
lambung
5.
Pneumonia
difusa, khususnya pneumonia karena virus
6.
Overdosis obat,
seperti heroin, aspirin atau ethklorvinol
7.
Reaksi obat yang
idiosinkratik terhadap ampisilin atau hidroklorotiazid
8.
Inhalasi gas
berbahaya, seperti nitruos oksida, amonia atau klorin
9.
Keadaan nyaris
tenggelam
10.
Intoksiskasi
oksigen
11.
Sepsis
12.
Pencangkokan bypass arteri koronaria
13.
Hemodialisis
14.
Leukemia
15.
TB millier akut
16.
Pankreatitis
17.
Purpura
trombositopenia trombotik
18.
Uremia
19.
Emboli udara
dalam darah vena
C.
Patofisiologi
1.
Pada fase 1,
cedera mengurangi aliran darah normal ke dalam paru-paru. Trombosit mengadakan
agregasi dan melepaskan Histamin (H), serotonin (S), serta brdikinin (B).
2.
Pada fase 2,
substansi yang dilepaskan menimbulkan inflamasi dan kerusakan pada membran
kapiler alveoli sehingga terjadi peningkatan permeabiltas kaplier. Kemudian
cairan berpindah ke dalam ruang interstisial.
3.
Pada fase 3,
permeabilitas kapiler meningkat dan terjadi kebocoran protein serta cairan
sehingga meningkatkan tekanan osmotik interstisial dan menimbulkan edema paru.
4.
Pada fase 4,
penurunan aliran darah dan cairan dalam alveoli akan merusak surfaktan dan
merusak kemampuan sel untuk memproduksi lebih banyak surfaktan lagi. Kemudian
terjadi kolaps alveoli yang merusak pertukaran gas.
5.
Pada fase 5,
oksigensasi akan mengalami kerusakan, tetapi karbondioksida dengan mudah
melewati membran alveoli dan dibuang keluar melalui ekspirasi. Kadar O2 dan
CO2 darah rendah.
6.
Pada fase 6,
edema paru semakin bertambah parah dan inflamasi menimbulkan fibrosis.
Pertukaran gas mengalami hambatan lebih lanjut.
D.
Tanda Dan Gejala
1.
Pernapasan yang
cepat serta dangkal dan dispnea, yang terjadi beberapa jam hingga beberapa hari
pasca cedera awal. Gejala ini timbul sebagai reaksi terhadap penurunan kadar
oksigen dalam darah.
2.
Peningkatan
frekuensi ventilasi akibat hipoksemia dan efeknya pada pusat pnumotaksis.
3.
Retraksi
interkostal dan suprasternal akibat peningkatan dan upaya yang diperlukan untuk
mengembangkan paru-paru yang kaku.
4.
Ronchi basah dan
kering yang terdengar dan terjadi karena penumpukan cairan di dalam paru-paru.
5.
Gelisah,
khawatir dan kelambanan mental yang terjadi karena sel-sel otak mengalami
hipoksia.
6.
Disfungsi
motorik yang terjadi karena hipoksia berlanjut
7.
Takikardia yang
menandakan upaya jantung untuk memberikan lebih banyak lagi oksigen kepada sel
dan organ vital.
8.
Asidosis
respiratorik yang terjadi ketika karbondioksida bertumpuk di dalam darah dan
kadar oksigen menurun.
9.
Asidosis
metabolik yang pada akhirnya akan terjadi sebagai akibat kegagalan mekanisme
kompensasi.
E.
Komplikasi
1.
Hipotensi
2.
Penurunan
keluaran urine
3.
Asidosis
metabolik
4.
Asidosis
respiratorik
5.
MODS
6.
Febrilasi
ventrikel
7.
Ventricular arrest
F.
Diagnosis
1.
Analisa gas
darah arteri (awalnya PaO2 kurang dari 60 mmHg dan PaCO2 kurang
dari 35 mmHg). Ketika ARDS semakin parah terjadi asidosis respiratorik (PaCO2
di atas 45 mmHg).
2.
Keteterisasi
arteri pulmonalis membantu identifikasi penyebab edema paru dengan mengukur
tekanan baji arteri pulmonalis (PAWP/ pulmonary
artery wedge pressure).
3.
Foto serial
thoraks pada stadium dini memperlihatkan infiltrat bilateral, pada stadium
lanjut dapat terlihat gambaran ”ground
glass” dan warna putih yang menyeluruh di kedua lapang paru.
4.
Analisis sputum
yang meliputi pewarnaan gram dan pemeriksaan kultur serta sensitivitas
menunjukkan mikroorganisme penyabab infeksi.
5.
Pemeriksaan
kultur darah
6.
Pemeriksaan
skrining toksikologi.
7.
Pemeriksaan
kadar amilase serum dapat menyingkirkan kemungkinan pankreatitis.
G.
Penanganan
1.
Pemberian
oksigen yang diatur kelembabannya melalui masker yang pas sehingga memungkinkan
penggunaan tekanan positif saluran nafas yang kontinu.
2.
PEEP (positive end-expiratory pressure) pada
keadaan hipoksemia yang tidak cukup responsive terhadap tindakan di atas.
3.
Hperkapnia yang
diperbolehkan untuk membatasi peak
inspiratory pressure.
4.
Obat golongan
sedatif , narkotik atau penyekat neuromuskuler seperti pankuronium bromida.
5.
Pemberian sodium
bikarbonat yang dapat membalikkan asidosis metabolik yang berat.
6.
Pemberian cairan
iv untuk memperthankan tekanan darah dengan mengatasi hipovolemia.
7.
Pemberian
preparat vasopresor untuk menurunkan tekanan darah.
8.
Pemberian
preparat antimikroba untuk mengatasi infeksi nanvirus.
9.
Pemberian
preparat diuretik untuk mengurangi edema interstisiel dan edema paru.
10.
Koreksi
ketidakseimbangan elektrolit dan asam-basa.
11.
Pembatasan
cairan untuk mencegah bertambahnya edema interstisiel dan edema paru.
Referensi :
Kowalak, Jenifer
P. 2011.Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta:EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar